Untuk jadi cerdas, si kecil perlu mendapat banyak rangsangan. Lagi pula, bila Omega-3 di konsumsi tak seimbang dengan Omega-6 dan zat gizi lainnya, hasilnya malah membahayakan.
Saat ini, di pasaran semakin banyak dijumpai produk makanan bayi, baik susu maupun makanan tambahan, yang berlabel “Plus Omega-3″ atau “Plus DHA”. Konon, Omega-3 dan DHA bermanfaat bagi perkembangan kecerdasan bayi. Sebenarnya, apa, sih, yang dimaksud Omega-3 dan DHA?
“Omega-3 itu nama umum asam alfa-linolenat sedangkan DHA merupakan senyawa turunan dari alfa -linolenat,” jelas Mohamad Harli. Yang dimaksud Omega adalah nama kelompok asam lemak tak-jenuh majemuk berantai panjang (polyunsaturated fatty acids, PUFA) dengan panjang rantai karbon dari 18-22 (C18-22).
Selain Omega-3, masih ada 2 macam Omega lagi, yaitu Omega-6 (asam linoleat), dan Omega-9 (asam oleat). Namun, dari ketiga Omega tersebut, yang utama hanyalah Omega-3 dan Omega-6 karena merupakan asam lemak esensial dan sangat diperlukan oleh tubuh. “Sayangnya, tubuh manusia tak membentuk asam lemak esensial, sehingga harus dipasok dalam bentuk yang terdapat pada makanan atau bisa ditambahkan pada makanan tertentu,” lanjut Sarjana Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga dari IPB ini.
HARUS SEIMBANG
Omega-3, terang Harli, akan diproses menjadi tiga bentuk senyawa aktif, yaitu asam lemak DHA (dokosaheksaenoat), EPA (eikosapentaenoat), dan LNA (asam alfa-linolenat) . Sedangkan Omega 6 menghasilkan senyawa aktif asam lemak LA (linoleat) dan asam lemak AA (arakhidonat).
Bila diibaratkan kue, Omega-3 dan Omega-6 adalah tepung, telurnya atau bahan dasar pembuat kue. Sedangkan bentuk jadinya atau kuenya adalah DHA, EPA, LNA , LA , dan AA. Sementara proses pembuatannya, seperti mengaduk, mencampur, dan lainnya, adalah proses di dalam tubuh yang disebut elongase dan desaturase.
“Asam-asam lemak esensial dan turunannya ini mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan saling bekerja sama satu sama lain demi keseimbangan. Oleh karena itu, pasokannya dari makanan juga harus seimbang,” jelas Harli. Bila hanya salah satu senyawa saja yang diutamakan, misalnya DHA saja, akibatnya akan merusak keseimbangan dalam tubuh dan akan mengganggu proses biokimia lainnya.
DHA, jelas Harli lebih lanjut, bila dalam jumlah seimbang akan memiliki peranan menyehatkan peredaran darah karena mekanisme kerja DHA adalah melebarkan pembuluh darah dan menghambat penggumpalan darah. “Tapi kalau kelebihan, malah akan membuat darah terlalu encer. Akibatnya, ketika diperlukan penggumpalan atau pembekuan darah seperti saat tengah menjalani operasi, maka darah jadi sulit menggumpal.” Celaka, kan !
Selain itu, tak berbeda jauh dengan efek susu formula secara umum, kelebihan DHA juga dapat membuat kegemukan pada bayi. “Memang, bayi yang menyusu ASI juga akan menjadi gemuk namun tak berlebihan alias normal. Hal ini disebabkan, ketika ia banyak bergerak, berat badannya akan cepat menyusut,” jelas Harli. Tak demikian halnya dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula, “gemuknya tak sehat seperti gemuk berair dan itu bisa berlanjut terus hingga dewasa bila tak diwaspadai dan dikontrol konsumsinya. ” Itulah mengapa, Harli menganjurkan agar susu formula ditambahi DHA harus dikonsumsi sesuai petunjuk/aturannya.
TAK MENJAMIN CERDAS
Memang, diakui Harli, DHA mempunyai manfaat besar bagi proses tumbuh kembang sel-sel otak dan retina janin maupun bayi. “Senyawa ini diperlukan dalam proses pembentukan, pertumbuhan, dan perkembangan sel-sel otak serta saraf sejak masa pembentukan janin hingga anak berusia 2 tahun.”
Jadi, kekurangan DHA pada saat-saat tersebut akan ditandai dengan rendahnya kemampuan kognitif dan intelektual anak. Tapi bukan berarti DHA lalu menjadi sangat super. “Karena dalam proses tumbuh kembang sel-sel otak pada bayi, DHA sebenarnya tak bekerja sendiri, seperti zat gizi kalori-protein, mineral yodium, zat besi, vitamin A,” jelas peneliti Omega-3 di daerah Magelang tahun 1994-1997 ini.
Selain itu, kecerdasan pun sebenarnya dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya ialah rangsangan dari lingkungan. “Justru 90 persen aspek kecerdasan seseorang ditentukan oleh pengalaman hidupnya,” ujar Harli. “Walaupun bahan dasarnya bagus, artinya zat gizinya cukup, namun bila bayi tak dirangsang dengan lingkungan yang menunjang dan menantang proses berpikirnya, maka akan percuma saja,” lanjutnya. Misal, seorang bayi yang bergizi baik tapi karena terlalu dilindungi oleh orang tuanya, bisa saja ia kemudian jadi penakut terhadap lingkungan sehingga perkembangan kecerdasannya pun terhambat.
Jadi, Bu-Pak, selain tersedia materi dasar berupa sel-sel otak yang optimal, kecerdasan tetap harus dirangsang dengan berbagai pengalaman lingkungan setelah bayi lahir. Lagi pula, berdasarkan penelitian tak ada perbedaan dampak yang nyata terhadap psikologis bayi antara yang mengkonsumsi susu formula dengan DHA dan tanpa DHA. “Baik tingkat kecerdasannya, mental, maupun psikomotoriknya tak berbeda, kok, bila lingkungannya mendukung masa-masa perkembangan sang anak,” ujar Harli.
Hal ini disebabkan turunan Omega-3 dan Omega-6 dapat diolah tubuh sesuai keperluannya, asalkan bahan baku atau prekusornya berupa asam linoleat dan linolenat dari makanan sudah ada. “Jadi, bila sebuah merek susu formula yang tak mencantumkan DHA namun dalam kandungannya terdapat asam lemak esensial berarti susu itu tak lebih jelek dari susu dengan DHA,” tandas Harli.
Pendeknya, baik susu formula dengan ataupun tanpa DHA, apabila dikonsumsi oleh bayi sehat, maka hasilnya akan sama. Yang beda cuma harga susunya, kok, Bu-Pak, jadi lebih mahal karena ada tambahan DHA-nya. Iya, kan !
MAKANAN YANG MENGANDUNG OMEGA
Sebenarnya tak sulit, kok, Bu-Pak, untuk mendapatkan makanan yang mengandung asam lemak esensial bagi si kecil. ASI, misalnya. “Selain mengandung zat-zat gizi yang diperlukan bayi, ASI juga mengandung Omega-3 yang rasio dan jumlahnya sangat sempurna,” jelas Harli. Itulah mengapa, ASI menjadi rujukan utama kadar gizi berbagai produk makanan bayi.
Jadi, Bu, janganlah ASI dibuang-buang mubazir. Berikan ASI pada bayi sebanyak yang ia mau, kapan dan di mana pun. Hasil penelitian menunjukkan, bayi yang mendapat ASI secara optimal akan memiliki kesehatan dan kecerdasan yang lebih baik ketimbang bayi yang mendapatkan susu formula.
Tapi, jangan lupa, lo. ASI berkaitan erat dengan gizi ibu. Jadi, bila si kecil menyusu ASI, ada baiknya ibu juga mengkonsumsi makanan-makanan yang mengandung Omega agar dapat menghasilkan ASI lebih banyak dengan kadar zat-zat gizi lebih optimal.
Makanan laut seperti ikan cakalang, tuna, lemuru, makarel, dan sarden, banyak mengandung Omega-3. Dari pangan nabati, Omega-3 terdapat pada kedelai, tahu, tempe , minyak canola, kacang-kacangan, dan sayuran hijau. Sedangkan Omega-6 banyak terdapat pada pangan nabati, terutama biji-bijian seperti minyak kedelai nabati.
“Sebaiknya bila mengkonsumsi sumber pangan hewani, usahakan lebih banyak berasal dari ikan, terutama ikan laut,” anjur Harli. Sementara pangan nabati, dianjurkan agar mengutamakan produk kedelai seperti tempe dan tahu, juga kacang-kacangan dan sayuran hijau.
Nah, bila si kecil sudah mendapatkan makanan tambahan seperti bubur tim, tentunya ia pun juga bisa mendapatkan tambahan asam lemak esensial dari makanan-makanan alami tersebut.
TELUR OMEGA
Selain susu dan makanan tambahan untuk bayi, telur pun ada yang diklaim mengandung Omega-3. “Secara teoritis dan praktek dalam skala laboratorium, rekayasa komposisi pakan ayam bisa saja menghasilkan telur yang mengandung Omega-3,” terang Harli. Namun dalam praktek di lapangan yang berskala besar, lanjutnya, patut dipertanyakan siapa yang menjamin komposisi pakan ayam yang dilaksanakan sesuai dengan standar. Terlebih lagi, standar tersebut sebenarnya memang belum ada.
Oleh karena itu, tambah Harli, masih menjadi pertanyaan mengenai kadar optimal dan rasio perbandingan yang pas untuk kesehatan bayi bila telur itu diperuntukkan bagi bayi. Tapi bila ibu ingin memberikan telur Omega-3 pada bayi, tentu boleh-boleh saja, asalkan ia memang sudah boleh mendapatkan makanan tambahan
0 komentar:
Posting Komentar